Selasa, 13 November 2018

Wanderlust: A Small Adventure in The City of Rain, Bogor!



Wanderlust (n): A Strong desire to wander and explore the world


Pemandangan pagi hari di Bogor akan selalu jadi salah satu pemandangan terbaik yang saya liat selama ini. Pernah suatu hari, saya naik kereta ke Bogor di hari kerja, jam 7 pagi dan itu jadi salah satu perjalanan KRL terbaik yang pernah saya alami. Suasana kereta yang lengang, kursi yang bisa diduduki dengan nyaman (sampe saya ketiduran), sinar hangat matahari pagi yang menerobos jendela lebar KRL. Dan setiba di stasiun Bogor yang selalu memberi suasana romantis, melankolis dan nostalgic, pemandangan Gunung Salak menyapa dari kejauhan, menghiasi langit biru cerah yang sejuk. Suasana pagi yang nggak akan pernah saya lupa. Nggak hanya suasana pagi, tapi juga suasana kota Bogor secara keseluruhan selalu jadi favorit saya. Beberapa orang mungkin bakal mempertanyakan, 'elah apaan sih Bogor doang, tinggal melipir dikit dari Depok juga'. Tapi tetep aja, meski batesan langsung sama Depok, selalu ada yang berbeda antara Bogor dan Depok. Bogor itu semacam perpaduan pas antara keunikan dan kesamaan dengan kota tetangganya, Depok dan Jakarta. Perfect city for a short getaway that i urgently needed after everything. Maka, jadilah saya dan seorang sahabat, Kak Laila, sesama ENFP, di Jumat yang tergolong cukup pagi, melintasi kota menuju Bogor dengan KRL.

Perkiraan saya, pagi itu bakal sama dengan pagi yang pernah saya alami saat harus ke Bogor di kala weekdays. Ternyata, nggak juga. Ternyata kereta kosong di pagi itu rejeki yang nggak keulang di pagi Jumat bersama Kak Laila. Sebenernya kereta sebelum yang saya naiki lengang banget, tapi kan emang bukan kereta yang saya harus naiki jadi ya udah terlewat aja hehe. Ya nggak apa lah, toh tetep banyak ruang buat bernapas, mungkin tetep sedikit lebih lengang kalo kamu membandingkan dengan kereta pagi menuju Jakarta hehe. Dan perjalanan beneran nggak berasa dengan Kak Laila. Dari Stasiun Depok Baru sampe Stasiun Bogor biasanya sih ditempuh dalam waktu sekitaran 20-30 menit ya (saya nggak merhatiin jam buat tahu waktu pastinya). Dan sepanjang perjalanan itu, kami nggak berhenti-berhentinya ngobrolin banyak hal. Mostly tentang: psikologi, relationship, dan receh lainnya yang saya nggak ingat pasti. Entah apa yang dipikir orang lain melihat dua orang ciwi asik ngerumpi ngga berhenti-berhenti sepanjang Depok-Bogor wkwkw.

Sesampainya di Stasiun Bogor, suasana ternyata cukup ramai. Mungkin karena memang masih hari kerja, atau karena hari Jumat lebih tepatnya (entah kenapa hari Jumat selalu bisa jadi excuse untuk suasana ramai di weekdays, macet di Jakarta pun suka pake excuse karena udah hari Jumat). Sesampai di pintu keluar, sambil masih ngobrol curhat ini-itu, kami pun sempet-sempetnya berfoto bersama sebagai awal mula petualangan singkat kami di Bogor.




Salah satu yang ENFP banget dari petualangan kami pagi itu adalah tak adanya itinerary atau jadwal pasti tempat apa aja yang mau kami kunjungi. Palingan ada dua tempat yang jadi incaran, yaitu Sop Buah Pak Ewok yang saya temukan infonya dari instagram, dan sebuah spot foto menarik di Bogor Trade Mall yang pernah saya kunjungi dulu banget. Selebihnya, kami sama-sama nggak ada ide mau ngapain aja di Bogor haha. Yang jelas, kalo bicara Bogor, yang terbayang di otak kami adalah menikmati suasana Bogor yang cantik di pagi hari sambil berjalan kaki, lalu pengalaman kuliner unik yang nggak boleh dilewatin. Saking ngga pake preparation-nya, nyari alamat Sop Buah Pak Ewok pun pas di KRL loh wkwkwkw. Untung Kak Laila termasuk yang udah cukup memahami peta Bogor kota, jadinya Kak Laila bisa langsung tau lokasi Sop Buah Pak Ewok tuh di sebelah mana, dan rute mana yang bisa ditempuh. 

Nah, kalo ngomongin Kota Bogor, kuliner pastinya jadi salah satu yang ngga boleh dilewatin ya. Berhubung pagi itu saya belom sarapan, maka setelah berfoto ria di Stasiun Bogor, kami memulai petualangan kecil kami dengan mencari sarapan. Di sekitaran Taman Topi memang banyak abang-abang kaki lima yang menjual macam-macam, mulai dari ketoprak, bubur, sampe kuliner khas Bogor kayak toge goreng dan Soto Mie Bogor. Berhubung udah di Bogor, saya memilih sarapan dengan semangkuk Soto Mie Bogor yang segar ditemani secangkir teh tawar dan perbincangan seru bersama Kak Laila. Sayangnya saya nggak ada fotonya nih buat dipamerin hahaha. Entah kenapa, belakagan saya suka lupa atau melupakan dengan sengaja foto makanan. Entah bosan atau apa ya, hahaha. Mungkin jika saya berniat rutin ngisi blog lagi, saya harus mengembalikan kebiasaan anak milenial yang foto makanan terlebih dahulu bahkan sebelum mengucap basamalah wkwkw :p.

Setelah puas menghabiskan sarapan dan menurunkan nasi beserta soto mie (udah kayak bapak-bapak ye), kami pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Dan masih tanpa ide, mau kemana kaki ini melangkah. Di tengah perjalanan tanpa arah itu, kami masih sempat aja ngobrol ini itu, dan saya masih sempet pundung ngga jelas pula wkwkw. Kalo harus dipresentase, perjalanan dua orang ENFP itu 90% isinya chit-chat, dan nggak jauh dari topik deep kesukaan mereka. Setelah duduk sejenak di kursi dekat Istana Bogor, kami memutuskan untuk mengunjungi Museum Zoologi. Namun ternyata, setelah sampe di sana, kami baru dapet info kalo Museum Zoologi sekarang tuh udah dijadiin satu paket dengan Kebun Raya Bogor. Jadi kalo mau ke sana, ya auto-harus-ke-KRB juga, padahal KRB adalah lokasi yang kami hindari karena udah terlalu mainstream (banyak gaya wkwkw). Untungnya, di depan Museum Zoologi ada satu museum yang menarik perhatian kami, namanya Museum Tanah. 


Mandatory Photoshoot begitu masuk ke dalam Museum Tanah


Saya mikir, kreatif juga ya manusia, bahkan tanah yang biasanya diinjek-injek tanpa pernah benar-benar dipeduliin kecuali sama Cinta Laura, punya museum sendiri. Saya berpikir, Allah memang Maha Adil dan mungkin ingin semua ciptaan-Nya mendapatkan perhatian, maka diciptakan-Nya orang-orang yang pay attention dan peduli secara mendalam dan penuh penghayatan terhadap yang namanya tanah. Dan bener aja loh, di Museum Tanah itu, segala jenis tanah, pembentukannya kayak apa, ada penjelasan dan infografisnya. Salah satu yang menarik juga, di sebuah lemari besar, ada kumpulan sampel tanah dari seluruh pulau di Indonesia. Yang saya perhatiin banget sih ya dari pulau-pulau besar seperti Kalimantan, Jawa, Sumatera. Gimana ternyata tanah antar pulau bisa beda warna dan struktur, bahkan antar provinsi satu pulau aja bisa beda loh. 


sok-sokan belajar soal Tanah Gambut


Dan yang namanya ENFP, meski udah saling mewanti-wanti untuk bisa fokus ngebahas tanah (dan FYI Kak Laila waktu kuliah jurusan Geografi wkwk), kami tetep aja ujung-ujungnya malah ngebahas soal psikologi wkwkwkw. Pagi itu karena mungkin belum lama buka, atau memang nggak banyak yang terlalu berminat, suasana Museum Tanah sangat sepi. Di suatu sudut di sebuah ruangan entah dimana sih kata Bapak yang jaga museum lagi ada rapat or something gitu saya lupa. Dan kalo kamu pengen nyari tempat yang free of charge di Bogor, Museum Tanah bisa jadi salah satu pilihan buat dikunjungi. Palingan kalo kamu mau lebih berempati, kamu bisa ngasih semacam infaq atau donasi gitu di sebuah kotak yang ada di meja depan pintu masuk. Oh ya, kamu cuma bisa bawa handphone atau kamera dan juga dompetmu ke dalam. Tapi yang jelas kamu boleh berfoto sebebas semau kamu, seperti halnya 50% yang saya dan Kak Laila lakukan di dalam Museum Tanah (yang mana kami harusnya lebih banyak belajar soal perbedaan struktur tanah, atau gimana tanah gambut dibentuk, atau tanah podzol dan semacamnya--saya nggak ingat jenis-jenis tanah dong wkwkw). 

Sebelah kiri, foto saya hasil editan Kak Laila di VSCO
jadi maap-maap lebih bagus editan Kak Laila, heueheu

Setelah puas menjelajah (baca. foto-foto, diskusi oot dan hal random lainnya) di Museum Tanah, kami meneruskan perjalanan. Kemana aja, udah yang penting jalan wkwkw. Beli cendol hayuk, jalan ke arah Empang, sebuah nama daerah yang nggak jauh dari BTM pun, hayuk. Kami berdua sama-sama menikmati berjalan kaki, melewati angkot yang lagi ngetem, melintasi sebuah kawasan dekat pasar, menikmati beragam jenis bebauan yang ada di sekitar. Entah kenapa suasana wandering around on the street kayak gitu rasanya berbeda. Padahal biasanya males banget kalo jalan di pedestriannya kota Jakarta PAS LAGI KERJA (kalo dalam rangka wanderlust kayak di Bogor ini sih ngga masalah hehehe). Untungnya saya dan Kak Laila setipe orangnya, sama-sama cukup fleksibel dan tipikal city tour gitu wkwkw (apa deh istilah travelingnya). Kami lebih menikmati suasana urban, manusia, gedung-gedung, pasar, perumahan, culture, dibanding traveler yang mengincar pacu adrenalin hiking atau bungee jumping, atau wisata alam sejenisnya. Meski bukan berarti nggak suka alam loh, saya sendiri pecinta suasana laut dan gunung, tapi saya merasa lebih hidup saat harus wandering around di daerah yang lebih banyak manusianya (entah itu kota besar, kota pinggiran, kota kecil atau desa). Kalo kalian sendiri tipe traveler yang menikmati perjalanan macam apa? 

tadinya mau makan Asinan Bogor yang ada di belakang kami di foto sebelah kiri, next time yuk!


Saat berada di Kota Bogor, satu pemandangan yang ingin saya nikmati sebenarnya adalah melihat Gunung Salak yang seolah menaungi kota Bogor di bawahnya. Dan ada satu spot yang bagus banget buat menikmati pemandangan itu, yakni di Bogor Trade Mall, tepatnya lantai dua. Lebih tepatnya lagi di balkon Richeese Factory. Duluuu sekali saya ke situ saat menjelang senja. Angin di balkon berhembus kencang sekali, dan langit sedikit tertutup mendung tapi pemandangan cantik Gunung Salak dan kota Bogor yang dilintasi kali nggak hilang pesonanya, seperti menyaksikan Venice versi Bogor hehe. 

saya cinta pemandangan dan suasana romantis melankolis iniiiii!


Nah, sayangnya, saat saya dan Kak Laila ke spot yang sama, ada banyak hal yang berbeda. Pertama, Richeese-nya pindah lokasi, dan digantikan oleh kursi milik food court dari BTM. Kedua, saat saya ke sana bersama Kak Laila, masih siang bolong, dan somehow meski nggak panas terik juga, dan mendungnya pun agak sama, tapi nggak seteduh suasana senja kala itu. Pas mencoba foto di situ malah back light, jadinya ngga bagus. Sebenarnya selain di situ, ada spot lain yang bagus buat menikmati Gunung Salak, yaitu di luar parkiran. Tapi pas saya ke sana lagi pun entah kenapa pemandangan dan suasananya ngga se-enaa dulu, apa karena timing ngga pas, atau lokasinya yang mungkin kurang tepat.

Setelah puas memandangi Gunung Salak dari BTM, misi berikutnya sebenarnya adalah mencicipi Sop Buah Pak Ewok yang saya temukan di Instagram. Tapi ternyata kalo hari Jumat, Sop Buahnya baru buka jam 1 siang. Dan Kak Laila menawarkan untuk mencoba makan siang di sebuah tempat bagus di deket Botani Square, namanya Resto Taman Koleksi, yang punya kalo ngga salah anak IPB gitu deh. Tapi sayangnya, pas saya dan Kak Laila ke sana, mereka lagi break buat Sholat Jumat. Eh, bukan sayang ya, harusnya emang bagusnya gitu wkwkw. Akhirnya kami melipir ke Botani Square untuk mengisi perut yang udah keroncongan. Dan kami menemukan strategi bagus buat wandering around trip yang juga diisi dengan kulineran (pastinya). Kami memutuskan untuk makan siang sepiring berdua. Ada banyak tujuannya sih. Pertama, supaya nggak kekenyangan saat kami makan lagi di Resto Taman Koleksi (wkwk), kedua, ini cukup berhemat sih menurut saya. Dan cara makan seporsi berdua ini bagus buat saya yang lagi berniat untuk ngecilin lambung wkwkw. Tapi ternyata, setelah Resto Taman Koleksi open order, ternyata menu yang jadi incaran kami udah ngga ada. Jadilah kami di situ menghabiskan waktu siang sambil menghabiskan segelas es kopi dan smoothies sayuran. Sampai tak terasa langit siang makin mendung, hujan sepertinya akan turun. Berhubung ENFP juga bisa mati gaya kalo kebanyakan ngobrol, maka kami memutuskan untuk kembali ke Botani Square dan secara mendadak beli tiket nonton Nutcracker and Four Realms. Film Fantasy yang menurut kami berdua Sensing banget hahaha. 

Hari sudah senja ketika kami sudah menyelesaikan nonton Nutcracker, termasuk menunaikan sholat Ashar. Misi terakhir yang harus kami lakukan sebelum menutup perjalanan kami di Kota Bogor adalah menikmati Sop Buah Pak Ewok! Ternyata, Sop Buah Pak Ewok deket banget dari Botani Square, bisa dijangkau dengan berjalan kaki aja. Dan sebenernya, saya udah pernah lewatin daerah itu pas ikutan event lari Telkomsel tahun lalu, ILoopRun Bogor wkwkw. 

Saat kami tiba di sana, suasana restoran tidak begitu ramai, jadi cukup nyaman. Langit senja udah cukup menua, tapi sinar matahari masih ada, jadi kami buru-buru incer mandatory photoshoot yang jadi misi kami setiba di Sop Buah Pak Ewok. It's a must banget kalo kamu ke sana karena tempatnya cukup instagramable menurut saya. Agak sedikit beda sih dari yang saya liat di Instagram karena tempatnya lagi ada yang diperbaiki gitu. Tapi untungnya masih ada spot-spot lucu buat foto unyu haha. 

Adek-adek unyu: ni tante kenapa ciiii? 


Di otak saya saat melihat rekomendasi Sop Buah Pak Ewok justru bukan sop buahnya, tapi rujaknya! Hahaha. Kuliner incaran bukan sop buah, tapi rujak. Cuma, rencanapun berubah ketika melihat-lihat menu yang disodorkan pada kami. Ujung-ujungnya, ya kalo ke Sop Buah Pak Ewok pastinya harus nyicipin sop buah, dan pilihan kami berdua jatuh pada semangkuk cuangki tom yam yang seger banget tapi cocok dinikmati di senja temaram selepas hujan gitu deh. Sayangnyaaaaa, lagi-lagi saya lupa mengabadikan dua kuliner itu, dan saya cuma share di Insta Story. Tapi yang jelas mandatory photoshoot-nya sih bisa dishare di sini wkwkwkw. 



Senja pun nggak terasa akhirnya berganti shift dengan malam. Selepas menunaikan sholat Maghrib, dan ngaso-ngaso sebentar, kami mengakhir one day trip kami di Kota Bogor. Meski nggak banyak jalan juga, cuma pas pagi-pagi aja sih dan pas ke Sop Buah Pak Ewok, ternyata badan saya cukup kelelahan sampai akhirnya nggak kerasa melewatkan perjalanan pulang ke Depok dalam tidur cukup lelap wkwkw. Dalam kereta, kami sempat merencakan next trip kecil lagi, kali ini niatnya emang pengen KULINERAN! Dan kota pertama yang kami bakal kunjungi, nggak usah jauh: Jakarta! Pasti ada banyak tempat eksotis nostalgic dan melankolis dengan kuliner legendaris yang patut dicoba.

Dan beberapa hari berlalu dari perjalanan itu, saya membuka lagi kotak impian babu saya yang dari dulu ternyata masih tersimpan. Sebuah road trip menyusuri kota-kota di Amerika Serikat. Semoga terwujud, nggak tau gimana caranya, rezeki kan bisa dari pintu mana aja ya (kali aja pintunya dari nikah sama suami kaya raya wuahahha *plakk). 


And my wanderlust journey continue... 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

4 Jenis Skincare Ini Wajib Kamu Jalani Agar Wajahmu Awet Muda

Sumber: https://content.mybeautymatches.com/dist_1.0/editorial/Korean-Skin-care-1.jpg Pernah enggak Ladies, saat bercermin, kamu m...